I made this widget at MyFlashFetish.com.

Minggu, 05 Mei 2013

Review Jurnal 2 (Postingan 6)



Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan

Oleh :

Martha Noviaditya
Fakultas Hukum Sebelas Maret
Surakarta 2010

Hasil Penelitian Dan pembahasan
3. Penafsiran Ketentuan Pasal dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yangBerkaitan dengan Tanah yang Memberikan Perlindungan Hukum
Kepada Kreditur ketika Debitur wanprestasi

Dalam proses pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak bank selaku kreditur kepada debitur, kemungkinan terjadi resiko seperti kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan hutang oleh debitur sangatlah besar. Sehingga diperlukan jaminan kebendaan yang dipersyaratkan oleh bank kepada debitur gunan menjamin pelunasan kredit tersebut. Jaminan yang paling banyak digunakan adalah hak atas tanah, karena nilai atau harganya yang cenderung meningkat. Lembaga jaminan yang dianggap efektif dan aman oleh lembaga perbankan adalah Hak Tanggungan, hal ini disebabkan karena mudah dalam mengidentifikasi objek Hak Tanggungan serta jelas dan mudah dalam pelaksanaan eksekusinya, serta harus dibayar lebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan objek Hak Tanggungan, dan sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial.

Dalam hal tersebut di atas, jelas bahwa perlindungan hukum diberikan
kepada kreditur melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah yang mulai berlaku tanggal 9 April 1996. Adapun ketentuan Pasal dalam Undang-Undang Hak Tanggungan yang memberikan perlindungan hukum kepada kreditur adalah :
1. Pasal 1 angka 1 : Memberikan kedudukan yang diutamakan atau didahulukan kepada pemegang Hak Tanggungan (droit de preference).
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa pengertian Hak Tanggungan :
"Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak atas tanah Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain".

2. Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), (2) dan (3), serta Pasal 20 ayat (2) dan (3) : tentang Eksekusi Hak Tanggungan
Salah satu ciri-ciri Hak Tanggungan yaitu sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Berdasarkan Penjelasan Umum angka 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, bahwa walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu mengatur tentang lembaga parate eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 256 Rbg. Pelaksanaan eksekusi atas objek Hak Tanggungan ini merupakan salah satu wujud perlindungan hukum yang diberikan kepada pihak kreditur apabila debitur wanprestasi. Eksekusi berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor4 Tahun 1996 dibedakan menjadi 3, yaitu :



a. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 : Parate Executie
atau Lelang tanpa melalui Pengadilan.
Ketentuan dalam Pasal 6 Undang-Undang ini berbunyi :
"Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut".

b. Pasal 14 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 : Eksekusi atau Lelang melalui Pengadilan atas Sertifikat Hak Tanggungan
Ketentuan dalam Pasal 14 ini berbunyi :

Ayat (1) :
"Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

Ayat (2) :
"Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI       KEADILAN  BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".

Ayat (3) :
"Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengani hak atas tanah".


c. Pasal 20 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 : Penjualan di bawah tangan
Ketentuan dalam Pasal 20 ini berbunyi :
Ayat (2) :
"Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak”

Ayat (3) :
Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.


3. Pasal 11 ayat (2) : tentang Janji-Janji yang tercantum dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Semua janji yang tercantum dalam Pasal ini tidak mutlak seluruhnya memberikan perlindungan hukum terhadap kreditur, tetapi hanya sebagian janji saja yang sungguh memberikan perlindungan bagi kreditur apabila debitur wanprestasi.

4. Pasal 7 : Asas Droit de Suite (Hak Tanggungan selalu mengikuti
objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada).
Ketentuan dalam Pasal ini berbunyi :
"Hak Tanggungan ttap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada".

Nama               : Camela Azkia
NPM                 : 21211577
Tanggal          : 5 Mei 2013




Tidak ada komentar:

Posting Komentar